Kementerian Agama menggelar forum Mudzakarah Perhajian 2024 di Kampus Institut Agama Islam (IAI) Persis Bandung, mulai 7 hingga 9 November. Forum digelar guna membahas sejumlah isu krusial dalam pelaksanaan haji untuk tahun 1446 Hijriyah atau 2025 Masehi.
“Kita di sini akan membahas tentang kesumberan [dari] para ulama, tentang hal yang krusial untuk pelaksanaan ibadah haji kita yang akan mendatang,” kata Menteri Agama (Menag) RI Nasaruddin Umar, Kamis (7/11).
Nasaruddin menyampaikan, salah satu isu yang bakal dibahas ialah terkait hasil ijtima majelis ulama di Bangka Belitung Mei lalu yang menilai haram penggunaan dana di Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) untuk subsidi para calon jemaah haji mendatang.
Menurut Nasaruddin, isu ini penting dibahas, sebab ia memiliki sisi gharar alias rancu. Sedangkan hadirnya aspek gharar dalam penentuan hukum, kata Nasaruddin, tidak boleh.
“Gharar itu ada kerancuan, ada keraguan, yang tidak bisa menghasilkan fatwa majelis ulama sebagai haram. Karena gharar itu enggak boleh,” ucapnya.
Sehubungan dengan ini, Nasaruddin mengatakan jika tugas BPKH cukup berat. Di satu sisi, mereka memikirkan untuk mengolah investasi dana haji tertampung sebagai sesuatu yang produktif, sehingga keuntungannya dapat didistribusikan sebagai subsidi, tapi di sisi lain tidak boleh mengandung gharar.
“Karena itu malam ini, kita akan bicarakan tidak gampang mengatakan sesuatu itu haram,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Menag Nasaruddin membeberkan besaran subsidi haji yang dianggarkan BPKH ialah Rp 37 juta per jemaah. Jumlah itulah, kata Menag, yang diijmakkan haram oleh majelis ulama, dengan anggapan uang tersebut hasil keuntungan yang diperoleh dari harta milik orang lain.
Nasaruddin tak menampik urusan kepemilikan itu. Akan tetapi, dia menyampaikan, ada sebab yang berhubungan dengan kepentingan agama, mengikuti pengolahan produktif harta milik orang lain tersebut, sehingga membuat pendistribusian hasilnya menjadi boleh.
“Illa biasbabin syar’i. Kecuali disebabkan oleh sebab-sebab syari. Jadi ada Ististna-nya (pengecualiannya)” kata dia.
“Maka malam ini dan seterusnya kita akan membuka asbabun syar’i apa yang bisa membuka keran haram tadi. Nah inilah perdebatan ushul fiqih, nanti kita uji,” imbuhnya.
Lalu, lanjut Nasaruddin, jika kelak dua belah pihak punya pertimbangan hukum yang sama, nanti akan dipilih mana yang punya akibat lebih ringan di tengah masyarakat.
Nasaruddin pun mengatakan, jika subsidi haji haram sebagaimana yang diijmakkan ulama majelis ulama di Bangka Belitung, tiap-tiap jemaah haji Indonesia akan membayar Rp 94 juta untuk keberangkatannya di waktu mendatang.
“Artinya kalau haram, dengan mengambil standar tahun lalu, maka setiap jemaah haji nanti akan datang, kalau kita tetapkan sama, maka setiap jemaah haji Indonesia akan membayar Rp 94 juta per kepala. Kenapa bukan Rp 56 juta? Karena Rp 37 juta itu, dianggap haram oleh majelis ulama,” ucapnya.